BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Fenomena anak jalanan dan anak panti asuhan di
Indonesia adalah hal yang harus ditanggapi secara serius karena mereka juga
calon pemimpin masa depan kita. Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum
dewasa (secara fisik dan phsykis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di
jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna
mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari
lingkunganya. Umumnya mereka berasal dari keluarga yang ekonominya lemah.
Selain Anak jalanan masalah juga kerap di alami anak yang tinggal di panti
asuhan yang secara psikis mengalami tekanan karena kurangnya perhatian yang
mereka dapat dari orang tuanya atau karena ditelantarkan.
Di berbagai sudut kota, sering terjadi, anak jalanan
harus bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan
tidak dapat diterima masyarakat umum, sekedar untuk menghilangkan rasa lapar
dan keterpaksaan untuk membantu keluarganya. Sedangkan di panti banyak sekali
anak panti asuhan yang mengalami tekanan psikologis dalam banyak hal karena di
telantarkan orang tuanya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana konseling populasi anak
jalanan?
2.
Bagaimana konseling populasi anak panti
asuhan?
|
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konseling
Populasi Anak Jalanan
1.
Definisi
Anak Jalanan
Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum
dewasa (secara fisik dan phsykis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di
jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna
mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari
lingkunganya. Berdasarkan hasil penelitian, secara garis besar anak jalanan
dibedakan dalam tiga kelompok (surbakti dkk. (eds.) 1997).
Pertama, children
on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai
pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang
tua mereka.sebagian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orang tuanya.
Kedua,
children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara
sosial maupun ekonomi. Beberapa di antara mereka masih mempunyai hubungan
dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu.
Ketiga, children
from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga
yang hidup di jalanan.
Pada
dasarnya anak jalanan adalah anak yang tinggal dijlanan hidup dijalanan mencari
uang dijalanan untuk kebutuhan mereka sehari-hari agar dapat melangsungkan
kehidupan mereka dan tak jarang mereka mendapatkan perlakuan yang tidak
sewajarnya kepada mereka misalnya mendapat kekersan fisik dari lingkungannya
dalam hal ini kehidupan anak jalanan sangat memperihatinkan.
|
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi anak
jalanan
Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan
anak-anak terjerumus dalam kehidupan di jalanan, seperti:
a. Kesulitan
keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan
b. Ketidakharmonisan
rumah tangga orang tua
c. Masalah
khusus menyangkut hubungan anak dengan orang tua
d. Ingin
bebas
e. Pengaruh
teman
3.
Karakteristik anak jalanan
a. Cenderung
tertutup.
b. Nekad
hidup dijalanan demi memenuhi kebutuhan hidup.
c. Sukar
mengendalikan diri.
d. Jika
dilihat dari psikisnya, mereka mempunyai mobilitas yang tinggi terutama untuk
mempunyai rasa penuh curiga.
e. Mereka
sangat sensitive tidak berpikir panjang (berani mengambil resiko) dan
mereka merupakan orang yang mandiri.
f. Suka
berada dijalanan daripada disekolah, walaupun ada juga yang sekolah.
g. Penampilannya
umumnya tidak terlalu diperhatikan.
h. Suka
berada ditempat yang kumuh.
4.
Upaya Konseling Populasi menangani anak
jalanan
Anak jalanan pada dasarnya adalah anak-anak marginal
di perkotaan yang mengalami proses dehumanisasi (penghilangan harkat manusia).
Mereka bukan saja harus mampu bertahan hidup dalam suasana kehidupan kota yang
keras, tidak bersahabat dan tidak kondusif bagi proses tumbuh kembang anak.
Tetapi, lebih dari itu mereka juga cenderung dikucilkan masyarakat, menjadi
objek pemerasan berbagai pihak seperti sesama teman, preman atau oknum aparat,
sasaran eksploitasi, korban pemerkosaan, dan segala bentuk penindasan lainnya.
Untuk menangani permasalahan anak jalanan haru sdiakui bukanlah hal yang mudah.
Selama ini, berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan, baik oleh LSM,
pemerintah, organisasi profesi, dan sosial maupun Orang per orang untuk
membnatu anak jalanan keluar atau paling tidak sedikit mengurangi penderitaan
mereka. Namun, karena semuanya dilakukan secara temporer, segmenter, dan
terpisah, maka hasilnya pun kurang menjadi kurang maksimal.
Menurut Tata Sudrajat (1996), selama ini beberapa
pendekatan yang biasa dilakukan oleh LSM dalam penanganan anak-anak jalanan
adalah sebagai berikut:
a. Street based,
yakni model penanganan anak jalanan di tempat anak jalanan itu berasal atau
tinggal, kemudian para street educator
datang kepada mereka: berdialog, mendampingi mereka bekerja, memahami dan
menerima situasinya, serta menempatkan diri sebagai teman.
b. Centre based,
yakni pendekatan dan penanganan anak jalanan di lembaga atau panti. Anak-anak
yang masuk dalam program ini ditampung dan diberikan pelayanan di lembaga atau
panti seperti pada malam hari diberikan makanan dan perlindungan, serta
perlakuan yang hangat dan bersahabat dari pekerja sosial.
c. Community based,
yakni model penanganan yang melibatkan seluruh potensi masyarakat, terutama
kelurga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan ini bersifat preventif, yakni
mencegah anak agar tidak masuk dan terjerumus dalam kehidupan di jalanan.
Keluarga diberikan kegiatan penyuluhan tentang pengasuhan anak dan upaya untuk
meningkatkan taraf hidup, sementara anak-anak mereka diberi kesempatan
memperoleh pendidikan formal maupun informal, pengisian waktu luang, dan
kegiatan lainnya yang bermanfaat. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan keluarga dan masyarakat agar sanggup melindungi, mengasuh, dan
memenuhi kebutuhan anak-anaknya secara mandiri.
B.
Konseling
Populasi Anak Panti Asuhan
1.
Definisi Populasi Anak Panti Asuhan
Sejak lahir anak telah diperkenalkan dengan pranata,
aturan, norma dan nilai-nilai budaya yang berlaku melalui pengasuhan yang
diberikan oleh orang tua dalam keluarga. Dengan demikian agar anak dapat hidup
dan bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat
dibutuhkan suatu proses sosialisasi.
Sosialisasi pertama kali terjadi dalam lingkungan
keluarga melalui pengasuhan yang diberikan oleh orang tua, keluarga memiliki
peran penting dalam membentuk kepribadian anak melalui interaksi dalam
keluarga. Keadaan tersebut akan berbeda bagi anak-anak yang tidak memiliki
keluarga secara utuh.
Disorganosasi keluarga seperti perceraian kedua
orang tua, krisis ekonomi keluarga dan meninggalnya salah satu atau kedua orang
tua menyebabkan terputusnya interaksi sosial antara orang tua dan anak.
Akibatnya, anak menjadi kurang mendapat perhatian dan pendidikan terabaikan.
Maka salah satu cara yang dilakukan agar anak tetap dalam pengasuhan adalah
dengan menampung anak-anak tersebut ke dalam suatu wadah yaitu panti asuhan,
guna membantu meningkatkan kesejahteraan anak dengan cara mendidik, merawat,
membimbing, mengarahkan dan memberikan keterampilan-keterampilan seperti yang
diberikan oleh orang tua dalam keluarga.
Panti asuhan merupakan suatu lembaga sosial yang
bertanggung jawab memberi pelayanan pengganti dalam pemenuhan kebutuhan fisik,
mental dan sosial pada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas,
tepat, dan memadai bagi perkembangan kepribadian anak asuh. Anak panti asuhan ialah anak yang menumpang di panti
asuhan karna adanya disorganisasi yang terjadi pada keluarganya.
2.
Langkah-Langkah Konseling
Sebagai seorang konselor yang profesional kita
memiliki peranan penting dalam hal ini, langkah-langkah yang dapat kita lakukan
antara lain :
a. Bangun
hubungan yang mendalam dengan anak yang menjadi konseli kita, proses membangun
hubungan memerlukan waktu yang cukup panjang dan memerlukan kesabaran dari
konselor. Hal ini disebabkan karena anak-anak ini sedang terluka, hidup dalam
fakta-fakta negatif yang dibangunnya selama ini,sehingga ia tidak mudah
mempercayai orang lain, ketidakstabilan emosi, ada banyak kemarahan terhadap
orang dewasa dan diri sendiri karena pengaruh agresi dalam diri, dan
sebagainya. Oleh sebab itu, proses membangun hubungan (joining) seringkali
dipandang sebagai faktor penentu keberhasilan sebuah konseling terhadap
anak-anak terluka ini.
b. Ketika
hubungan sudah terbangun dengan baik, anak sedikit demi sedikit mulai membuka
diri, bahkan mulai masuk ke wilayah diri yang lebih dalam. Sikap yang
dibutuhkan adalah sikap empathy dan understanding, yang memberi keyakinan bahwa
konselor ada di sana untuk mendampingi, memahami, dan mengasihi konseli.
c. Konselor
memberi affirmasi (penegasan) mengenai apa yang dia rasakan, perhatikan, dan pelajari
dari semua info yang diterima sejak pertemuan pertama dan memberi penegasan
bahwa apa yang konseli rasakan dan alami sangatlah berat dan ekspresi yang
diungkapkan konseli adalah ekspresi yang mungkin akan dilakukan oleh orang lain
yang mengalami hal yang sama.
d. Konselor
menolong konseli untuk memisahkan ketakutan dan perasaan kehilangannya, yaitu
antara kehilangan yang konkrit dengan yang abstrak, dan antara kehilangan yang
dibayangkan saja atau kehilangan yang mengancam.
e. Konselor
perlu memfasilitasi proses berduka yang benar dan sehat, karena hal ini akan
menimbulkan efek terapeutik yang sangat kuat untuk memperoleh pemulihan.
f. Menolong
Konseli untuk mengubah Unhelpful thought menjadi helpful thought, yaitu bahwa
keadaannya pada masa lalu bukanlah kesalahannya, tapi sesuatu yang tidak mampu
dihindarinya.
g. Dalam
fase ini, konselor memberi direksi (Arahan) terhadap tindakan yang perlu
dilakukan. Dalam fase ini, anak ditolong untuk menguasai skill yang baru
mengenai caranya mengatasi ledakan emosi, kemarahan, problem solving dan
sebagainya.
h. Konselor
perlu melakukan follow up terhadap apa yang sudah dicapai saat itu. Anak-anak
di panti asuhan perlu masuk ke dalam terapi kelompok, untuk menolong mereka
menemukan kebenaran indah dari hidup mereka; mereka sama-sama pernah terluka
dan dilukai.
BAB IIIPENUTUP
A.
Kesimpulan
Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum
dewasa (secara fisik dan phsykis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di
jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna
mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari
lingkunganya. Berdasarkan hasil penelitian, secara garis besar anak jalanan
dibedakan dalam tiga kelompok (surbakti dkk. (eds.) 1997) yaitu children on the street, children of the
street, children from families of the street.
Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha kesosialan
yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesosialan kepada anak
terlantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar.
memberikan pelayanan pengganti orang tua / wali anak dalam memenuhi kebutuhan
fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang
luas tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang
diharapkan sebagai bagian generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan
yang akan turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional.
Dari penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa
melakukan konseling terhadap anak yang berada di panti asuhan bukanlah hal yang
mudah dan cepat, akan tetapi harus melalui proses dan memerlukan waktu yang
lama, sehingga sangat dibutuhkan kesebaran dan keterampilan konselor.
|
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Suyanto, Bagong. 2010. Masalah
Anak Sosial.
Jakarta: Kencana
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. (Ed. Revisi), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia
Rudy Tejalaksana, Konseling Bagi Anak-Anak Panti Asuhan, (online), tersedia :
http://his-shelter-community.blogspot.com/2009/12/pelayanan-konseling-bagi-anak-anak.html
kak, izin ngutip untuk bahan tambahan di makalah aku ya..
BalasHapus